Friday, October 17, 2014

Pelajaran Dari Nenek
10/17/2014

Pelajaran Dari Nenek

/div>
"Grandma, circa 70's", 2014

Tetiba saya terngiang-ngiang tentang nenek ketika sedang berbicara dengan teman mengenai sesuatu hal, dimana saya sempat menyebutkan nenek saya pada saat pembicaraan. Saat itu tidak terlalu banyak adegan flashback memori saya dan nenek. Hingga beberapa lama kemudian, terhening mengingat rasa rindu pada nenek.

Nama nenek adalah Engkoy (sepertinya nama Sunda jaman dahulu kala), saya biasa memanggilnya Ne', dan beliau sudah tutup usia beberapa tahun lalu. Yang selalu saya ingat adalah sifatnya yang selalu antusias dan penuh semangat. Rasanya di usia 80-an seperti beliau, jarang ada nenek-nenek yang bisa tetap ceria setiap harinya dan tentunya tetap bugar.

Nenek saya mahir sekali bermain bulu tangkis, untuk saya ini fenomenal karena beliau sering sekali bertanding dengan para pebulutangkis, dan saat kita menyaksikan pertandingannya pasti ternganga, karena jago sekali. Seringkali lawannya sebagian besar laki-laki tangguh. Saya mengira ini mungkin karena faktor nenek memiliki lapangan bulu tangkis sejak tahun 1970-an yang biasa disewakan kepada umum. Sehingga practice makes perfect, setiap hari selalu bermain bulu tangkis.

Ada satu hal yang paling membuat saya teringat terus, beliau selalu naik sepeda setiap pagi dengan kacamata hitam besarnya dan berkeliling Bandung. Bagi yang pernah kenal dengan nenek saya pasti tahu, kalau beliau selalu terlihat naik sepeda setiap pagi berkeliling kesana kemari sendirian. Kadang kami suka khawatir karena seiring usianya yang menua, nenek semakin pikun dan tak jarang pula beliau tersasar menghilang. Untung masih banyak orang baik yang bisa mengantarkan nenek pulang.

Pelajaran yang paling berharga yang selalu nenek saya ajarkan adalah, Berbagi Kebaikan. Di saat nenek menaiki sepedanya dan berkeliling, setiap harinya beliau selalu menyapa orang baru. Mulai dari tukang becak, sampe penjaga toko, atau bahkan bapak bos yang asyik nongkrong makan siang. Nenek sangat senang sekali berbincang dengan orang baru dan tentunya PASTI mengajarkan senam awet muda; berupa gerakan sederhana guna melatih otot badan.

Semua orang yang saya temui (jika saat saya sedang bersama nenek), pasti selalu tersenyum karena bagi mereka lucu dan menyenangkan disapa seorang nenek dan kemudian diajarkan senam awet muda. Apalagi kalau yang disapa nenek adalah anak remaja, pasti jadi bahan bercandaan mereka tapi Alhamdulillah selalu respek terhadap nenek.

Usai perjalanan sepedanya, nenek selalu bilang kepada saya, sisihkan Rp. 1,000 saat berpapasan dengan setiap orang yang tidak mampu. Seribu rupiah setiap hari sepanjang hidupnya (mungkin waktu muda lebih kecil lagi nominalnya, tapi saya ingat terakhir adalah seribu sehari). Nenek bilang rejeki kita itu harus dibagi, dan seribu itu kecil sekali dibandingkan harga makan di restoran atau bahkan kantin.

...Mau nangis ngelanjutin nulis ini, hiks...

Nenek itu selain mengajarkan kebaikan juga selalu menjadi perempuan super tangguh dan pemberani. Baginya, tidak ada halangan yang tidak bisa dilewati. Menjadi ketua IWAPI se-Jawa Barat mungkin hanya sekedar bonus untuk nenek, karena beliau memang selalu menjaga kegigihan dalam menjalankan sesuatu. Di otak nenek, harus bisa membuat yang seadanya menjadi sebuah peluang bisnis. Bagi saya beliau visioner sekali sebagai perempuan, dan tidak pernah sekalipun menunjukan sedih atau kalut. 1 tahun terakhirnya sebelum nenek almarhumah, memang hanya itu momen saat saya melihat beliau begitu sedih dan terpukul, tapi sisanya sepanjang hidup saya, nenek tetap terlihat tegar.

Bagi saya nenek perempuan hebat, yang membuat saya bangga sekali bisa menjadi cucunya. Walau sebenernya nenek itu galak dan banyak aturan, tapi salut melihat beliau sepanjang hidup saya. Memori saya 4 tahun kuliah di Bandung, dihabiskan di rumahnya bertiga dengan Aki (kakek). Saat ospek pun yang mengantarkan saya ke kampus adalah Nenek dan Aki, dan saya tidak malu, malah bangga sekali, saat yang lain diantar yang muda-muda, saya membawa Nenek dan Aki saya. Pulang ke Jakarta pun sama, yang mengantar pasti Nenek dan Aki, bukannya saya takut pergi sendirian tapi Nenek dan Aki saya terlalu baik sampai selalu mau mengantar tanpa saya minta.

Istirahat yang tenang ya Nek, I'm proud of you, despite of the problems that had happened before you left us, you're still a great grandma for me. Your courage has brought me here. To be a women who believe that she can conquer the future.

We love you.

PS:
Ini saking nenek saya pemberani, beliau pernah menangkap tikus di rumahnya dengan diinjak!!!! Iya pakai kaki, tidak memakai sepatu ya. Kebayang kan jijiknya, saya merinding jika ingat kejadian itu. Jadi nenek menginjak tikusnya, lalu si tikus menggigit jari nenek. Om saya tidak serta merta membantu tapi dia kabur lari keluar rumah, hanya berani memandangi nenek dari jendela. Ya kalau saya tentu tidak berbeda sih, naik ke atas kursi dan cuma teriak-teriak "Tikuusss".

3 comments :

  1. Kak Fifi, almarhumah neneknya 'iron lady' sekali (tapi in a good way kook), jadi keinget sama eyang putri yang saya sayang banget. Jadi keinget dulu waktu ospek kampus nginep di rumah eyang sampe keliling nyari printilan bareng :')

    ReplyDelete
  2. Kangennn ya sama waktu yang dihabiskan dengan nenek kita, alhamdulillah dikasih kesempatan pernah berkegiatan bareng :')

    ReplyDelete
  3. Foto2 neneknya stylish bangettt... The Sartorialist 70an itu maah

    ReplyDelete